BERMIMPI MEWUJUDKAN ART-PRENEUR

Oleh: Wisnu Hermawan SP., MT

DIY adalah gudangnya ekonomi kreatif yang ditopang keragaman aktifitas seni dan budaya. Eksistensi pelaku seni dan budaya cukup dinamis yang ditopang dengan keberadaan kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan riuhnya even seni-budaya di seluruh pelosok DIY. Event-event itu bagaikan karakter budaya yang terus hidup dan menghidupi masyarakat melalui sejumlah ritual sarat makna. Untuk itulah regenerasi ekosistem budaya berbasis seni kreatif menjadi penting untuk ditumbuhkan dalam bagian dari keistimewaan Jogja.

Salah satu skema untuk menginisiasi keberlanjutan ekosistem budaya yang khas Jogja adalah menumbuhkan spirit Art-Prener. Sebutsaja seniman Affandi, Bagong, Timbul, Putu Sutawijaya, hingga Butet Kertarajasa; merupakan pelaku seni yang melegenda dan memiliki citra internasional. Mereka tumbuh dan besar dari Jogja tetapi menghasilkan karya yang mendunia. Apabila generasi muda diajari spirit wirausaha dari seniman-seniman maestro professional, ini tentunya kehidupan seni akan lebih dari sekedar memiliki cita rasa dan karya serta karsa, melainkan juga spirit wirausaha yang hidup dan menghidupi.

Maka, skema kewirausahaan yang didasari kompetensi di bidang Seni dan Industri Kreatif menjadi wilayah baru dalam Kewirausahaan. Para Seniman atau pelaku Artpreneur sudah menghasilkan komoditas berdaya saing dan bernilai tambah tinggi yang didasari produk kreatif. Saat ini, kita mengenaal kolaborasi antara Entrepreneurship dan Art menjadi Artpreneurship. Untuk itu, pengembangan Artpreneur membutuhkan tiga komponen, yakni : visi, art, dan Artpreneurship.

Fakta menunjukkan, banyak komunitas seniman bekerja mandiri. Sebagian para seniman idealis berfokus pada karya seninya dan kurang memaksimalkan potensi bisnisnya. Beberapa pelaku artpreneur DIY sudah masuk sebagai generasi kedua (anak) dan ketiga (cucu), tetapi regenerasi terbatas hanya pada lingkaran terdekat sehingga masih bergerak sendiri-sendiri. Harapannya, para seniman memiliki jiwa bisnis disamping idealisme seninya, sehingga mereka mendapatkan keuntungan ekonomis atas karya seninya. Selain itu, dimungkinkan tersedia wadah untuk para seniman belajar entrepreneurship dan business coaching. Bahkan, untuk para seniman berbagai cabang seni saling berinteraksi, berkolaborasi dan bersinergi menghasilkan karya yang bagus dan berdampak ekonomi tinggi bagi seniman dan lingkungan.

Idealnya, perlu adanya inkubator-inkubator seni yang membekali dan mendampingi para seniman dan kelompok seni bertumbuh kembang dalam meningkatkan kemanfaatan ekonomis karya seninya. Serta diperlukan pula wadah para seniman berbagai cabang seni saling berinteraksi, berkolaborasi dan bersinergi. Pada titik inilah diperlukan pengembangan ART PRENER di DIY, melalui incubator bisnis seni. Diharapkan, (1) mengoptimalkan potensi para seniman, (2) meningkatkan kemampuan entrepreneurship para seniman, (3) meningkatkan nilai ekonomis karya-karya seni, dan (4) memberikan lingkungan yang kondusif dan program-program yang mendukung pengembangan artpreneur di Jogja.

Salah satu upaya teknisnya adalah melalui Pelatihan NYATRIK KREATIF. Para calon artpreneur secara langsung belajar dari para Artpreneur dengan menjadi ‘cantrik yang mengikuti kegiatan Artpreneur-Mentor tersebut. Konsep Nyantrik Kreatif ini menggabungkan durasi dan intensitas interaksi yang memfasilitasi Transfer of Vision, Skills, and Strategy secara optimal. Inkubasi dilakukan langsung di Ekosistem Industri Kreatif yang sudah terbentuk, seperti di Wukirsari, Gamplong, Karangasem, hingga Celeban. Metodenya, ditekankan pada pengembangan inkubasi di lokasi (Inkubasi @Lokasi) dengan menghadirkan Artpreneur yang mendampingi secara intensif. Hasil yang diharapkan: Ekosistem yang sudah ada bisa diungkit untuk menghasilkan karya/ komoditas yang bernilai tambah lebih tinggi.

Mimpi atas tumbuhnya Art Preneur ini, mampu mengadopsi jiwa wirausaha, pengembangan produk dan manajemen bisnis peserta inkubasi dinilai dari kemajuan usaha peserta dalam menerapkan materi inkubasi menggunakan form penilaian yang disepakati. Lebih jauh lagi, dapat meningkatkan skor klastering usaha peserta inkubasi pada sistem klastering di Sibakul Jogja, dengan diagram laba-laba aspek usaha peserta inkubasi yang mengalami perubahan positif. Endingnya, skor rasio kewirausahaan akan melejit hingga capaian minimal 4 persen, yang sebagian besar disupport melalui Art Prener. Semoga.